Minggu pertama kuliah (jaman biyen, jaman Dilan pacaran masih menggunakan telepon umum….) saya dan beberapa teman sekelas berpapasan dengan seorang dosen senior; beliau lalu menyapa dalam bahasa Rusia (karena kami berkuliah di jurusan Bahasa Rusia);
“ты куда идешь?”
Sontak saya geram, darah Sumatera yang dikontaminasi darah muda-nya Oma Irama ini mendidih mendengar kalimat itu. Kok?
Kalimat di atas, jika dilafaz-kan maka akan terbaca/terdengar seperti ini;
“Tei kuda idyosh?”
Yang ditelinga saya seolah2 menjadi;
“Tai kuda idiot…”
Gimana enggak marah coba? Baru kenal seminggu kok sudah memaki2 begitu.
Untungnya sang dosen, mungkin memahami bahwa kami tidak paham, buru2 menerjemahkan kalimat yang baru ia ucapkan itu kedalam bahasa Indonesia;
“Kamu mau kemana?”
Ooooh… ternyata itu toh arti “tai kuda idiot…”, sebuah pertanyaan basa-basi belaka. A harmless, even cheerful greeting, maybe.
Sontak saya mesem2, antara malu dan lega. Hampir saja saya melakukan sesuatu yang bisa bikin saya tidak saja dikeluarkan dari kampus, namun mungkin masuk penjara.
Kejadian itu sendiri menjadi semacam ice breaker diantara kami, dan sang dosen selanjutnya malah menjadi dosen favorit dan pembimbing saya selama menuntut ilmu di sana.
Seringkali kesalahpahaman muncul didasari oleh ketidaktahuan. Kita salah dalam menilai, mengukur, atau mengadili sesuatu karena kita belum memahami makna dan esensi dari sesuatu.
Dalam berinvestasi misalnya, ketidak tahuan kita akan kinerja sebuah bisnis akan membuat kita keliru dalam memaknai nilai bisnis itu sendiri. Akibatnya kita bisa meleset dalam menghargainya. Uniknya, menurut Ben Graham, mayoritas “investor” justru berperilaku seperti ini: salah paham. Kesalahpahaman masif yang membuat market sering meleset dalam menghargai emiten2 yang ada di bursa, entah itu over-valued atau under-valued, menghasilkan sebuah konsesus (yang walau nyata) tapi keliru.
Dan kesalahpahaman masif ini yang kemudian dimanfaatkan oleh segelintir orang yang memahami esensi sesungguhnya dari kinerja dan valuasi bisnis, orang2 seperti Graham dan Buffett.
“tapi yang penting cuan!” Mungkin ada argumen dari para trader, terutama yang berkiblat pada sisi teknikal dalam perdagangan saham. Ini sebenarnya juga tidak salah. Namun lagi2 bahkan pada kubu ini pun masih banyak yang tidak memahami esensi dari seni spekulasi.
Akibatnya banyak yang juga terjebak dalam kesalahan “menerjemahkan” grafik, berita, rumor, atau story dari sebuah emiten. Cuma sedikit sekali yang akhirnya berhasil keluar dari jebakan ini dan sukses meng-eksploitasi pasar untuk keuntungan dirinya.
Kita kerap terjebak dalam lubang mis-interpretasi karena kita kerap alpa berusaha untuk memahami. Bagi para investor nilai, kita lupa memahami bisnis dan performa bisnis itu sendiri. Bagi para trader teknikal, kita lupa memahami psikologi supply-demand dan teori2 probabilitas yang dimodelkan lewat grafik/barchart.
Kita malah terjerumus kedalam tindakan2 berbasis emosi: duga2, harap2, dan khayal2.
Sama seperti yang saya lakukan bertahun2 yang lalu, saat saya menduga sebuah sapaan ringan sebagai sebuah makian, saat saya mengira “kamu mau kemana” adalah “tai kuda idiot”.
Kalau tidak segera diluruskan persepsinya, maka dengan mudah kita tunduk pada emosi dan menyeruduk tanpa benar2 tahu apa yang kita seruduk. Saya hampir begitu: menyeruduk dosen senior karena salah persepsi, hihihi…
Mungkin ada baiknya kita menyelami kutipan dari Warren Buffett (yang saya yakin berangkat dari kekagumannya kepada Ted Williams);
“The difference between successful people and really successful people is that really successful people say no to almost everything.”
Di atas, Buffett bukan meminta kita untuk selalu menolak dan menolak per se, namun untuk selalu melakukan analisis sebelum mengambil keputusan dan tindakan. Dan seringkali setelah memahami esensi atas sesuatu, ketika diberi waktu untuk mengartikan, memaknai, dan menimbang baik-buruknya, kita akan lebih banyak berkata “tidak” alih2 “ya” atas peluang2 yang tidak benar2 meyakinkan.
Sama seperti Ted Williams yang cenderung menolak untuk memukul semua bola yang datang kepadanya, dan hanya mencoba memukul bola2 dengan tingkat probabilitas keberhasilan yang tinggi saja.
Baik Buffett maupun Williams pada akhirnya tercatat menjadi orang2 paling efektif dan efisien dalam bidang yang mereka kuasai, tidak asal seruduk.
Tabik kuda idiot….
Be the first to comment