lanjutan dari THE BEAUTY OF ENCEK GLODOK: THE SERIES (Part 1) – by Bluerider2000
atau baca dari awal
TOKO KELONTONG: DIVERSIFICATION AND PROBABILITY IN STOCK MARKET – Source Link
Berapa banyak jumlah saham yang sebaiknya ada dalam portofolio? Ini adalah pertanyaan yang sering kali ditanyakan oleh banyak orang. Permasalahan ini juga sering jadi perdebatan dan telah ditulis oleh banyak suhu-suhu investasi, termasuk yang ada di forum stockbit ini.
Inti yang menjadi perdebatannya adalah apakah lebih baik concentrated portfolio (portofolio yang terkonsentrasi pada sedikit saham) atau diversified portfolio (portofolio yang terdiversifikasi ke banyak saham)?
Dengan menganalisa strategi toko kelontong dari encek glodok, tulisan ini akan mendiskusikan masing-masing pandangan yang menjadi perdebatan terkait dengan banyaknya jumlah saham yang sebaiknya ada pada portofolio seseorang.
Gue berpendapat bahwa kedua pandangan tersebut, sebenarnya benar dan baik. Masing-masing mempunyai argumen yang kuat dan valid. Bagi gue, concentrated portfolio ataupun diversified portfolio ini lebih pada persoalan strategy investasi dan kemampuan pemenuhan prasyarat (requirement) dari masing-masing strategy tersebut.
Meskipun demikian, karena tulisan ini membahas tentang “the beauty of encek glodok” pembahasan akan lebih banyak dilakukan dari sisi portofolio yang terdiversifikasi secara luas (wide- diversification), ala toko kelontong encek glodok.
Let’s start the discussion !
Terkait dengan masalah diversifikasi ini, investor terkemuka dunia, Warren Buffet pernah mengatakan “diversification is protection against ignorance. It makes little sense if you know what you are doing.”
Andrew Carnegie juga mengatakan “ Concentrate your energy, thought and capital exclusively upon the business in which you are engaged… ‘Don’t put all your eggs in one basket’ is all wrong. I tell you ‘put all your eggs in one basket, and then watch that basket.’
Beberapa peryataan tentang concentrated portfolio tersebut BENAR DAN GUE SETUJU SEKALI. Gue pun menyarankan, kalau elu memang mau benar-benar belajar dan menekuni berinvestasi saham di pasar modal secara mandiri/dilakukan sendiri, baiknya memiliki concentrated portfolio.
Jika kita memang mengerti dan telah memiliki sistem stock picking yang baik, memang sebaiknya kita hanya memiliki sedikit saham saja dalam portofolio lu agar bisa mampu bekinerja baik dan mengalahkan pasar.
Secara logika saja, kalau kita sudah tahu bahwa saham berikutnya yg akan kita beli memiliki potensi keuntungan yg lebih rendah dari saham yg sebelumnya telah kita beli (bukan best ideas kita), buat apa kita membeli/memperbanyak jumlah saham di portofolio kita. Jumlah saham yang banyak juga akan menyulitkan kita untuk mengelola dan mengawasi perkembangan dari tiap saham yang ada di portofolio.
Tapi permasalahannya bukan pada logika tersebut, permasalahan sesunggunya adalah pada prasyarat atau kemampuannya dalam memilih dan mengawasi perkembangan saham-saham tersebut. Dari peryataan Buffet, misalnya, ada kalimat “IF YOU KNOW WHAT YOU ARE DOING”.
Banyak orang langsung saja meniru gaya investasi buffet yg sangat terkonsentrasi, tapi tidak/belum memiliki pengetahuan dalam menganalisa perusahaan, menilai management, menaksir harganya dan memiliki kesabarannya/emosinya sebaik buffet. Ini saya kira, kenapa banyak investor baru yang gagal portfolionya karena menerapkan portfolio yg sangat terkonsentrasi.
Selain itu, pilihan seberapa luas diversifikasi juga dipengaruhi strategy investasi yang dilakukan oleh si investor. Bagi beberapa investor, diversification is a matter of strategy rather than choice. William Browne, misalnya, pernah mengatakan “I chose to diversify because I am not certain which are my 10 best holdings and nothing is sure in the future.”
Serupa dengan itu, Walter Schloss juga pernah menjelaskan alasan kenapa dia memiliki jumlah saham yang banyak pada portfolio dan tidak memiliki strategy yang sama dengan Buffet:
“I always held 50 to 100 stocks at any given time because it would have been very stressful if one particular stock had turned against me. Psychologically, I am just built differently than Warren [Buffett]. I see that there are many people trying to be like Warren, but they should take note that he is not only a good analyst; he is also a good judge of people and businesses. I know my limitations, so I’d rather invest in the way I am most comfortable with.”
Pendapat Schloss di atas juga sebenarnya dapat kita hubungkan dengan strategy investasi yang dijalankan olehnya. Sama seperti Benjamin Graham, Big Walter juga memiliki strategy investasi “(Deep) value investing”, yaitu mencari saham-saham sangat murah, salah satunya dengan cara valuasi net-nets atau low pbv.
Investor-investor yang beraliran deep value investing ini umumnya jarang sekali memilih untuk hanya punya sedikit saham di portfolio nya (portfolio yg terkonsentrasi), sebab hal itu akan sangat riskan sekali.
Kenapa demikian? Dan apa hubungan strategy ini dengan toko kelontong si encek glodok? Semua itu akan kita bahas pada lanjutan tulisan “the beauty of encek glodok” part 2 ini.
So Stay Tuned…Tabik
TOKO KELONTONG: DIVERSIFICATION AND PROBABILITY IN STOCK MARKET (A SEQUEL)
Pada tulisan sebelumnya https://stockbit.com/post/8924815 telah dijelaskan bahwa sebaiknya seorang investor memiliki portofolio yang terkonsentrasi hanya pada sedikit saham saja. Namun demikian, hal itu hanya bisa dilakukan jika dan hanya jika investor memang benar-benar mengerti dan memiliki pengetahuan tentang bagaimana memilih saham yang baik, mengawasi perkembangannya, dan memiliki kesabaran yang cukup.
Untuk kebanyakan orang, prasyarat tersebut sayangnnya biasanya jarang bisa terpenuhi. Oleh karena itu, portofolio yang terdiversifikasi menjadi sebuah pilihan yang lebih logis.
Pilihan diversifikasi, khususnya wide-diversification, ini juga terkait dengan pilihan strategi investasi yang dianut oleh investornya sendiri. Portofolio yang terdiri dari banyak saham ini umumnya seringkali dipakai oleh mereka yang beraliran (deep) value investing.
Noteworthy, gue menyadari bahwa istilah “(deep) value investing” ini mungkin bermasalah bagi sebagian orang tapi nanti kita bahas tentang ini di post lanjutan dari series ini.
Sekarang, pertanyaanya kenapa strategy “(deep) value investing” ini cenderung untuk memiliki jumlah saham yang banyak dalam portofolionya? Dan apa juga hubungannya dengan si encek glodok?
Walter schloss atau Benjamin Graham merupakan salah dua contoh investor terkemuka yang melakukan hal ini. Big Walter, misalnya, pernah menyampaikan bahwa portofolionya seperti toko kelontong, yang menjual banyak barang. Berikut adalah pernyataanya;
“”I felt that I was a grocery store owner, holding stocks as my inventory. Sometimes these stocks paid dividends, and so they were worth the wait. Eventually, someone would come along and offer a good price for my inventory, and I would sell.”
Dari penjelasan Schloss ini, sama kan seperti apa yang diutarakan si encek glodok tentang toko kelontong sahamnya. Walaupun pengakuannya sebelumnya dia gak pernah kenal Walter Schloss, ternyata Walter Schloss ala Indonesia ini juga menerapkan strategi yang sama. Di dalam portfolio @kakdr terdapat lebih dari 100 saham listing di BEI.
Great mind think alike !
Lalu apa sih kelebihan punya saham yang banyak tersebut kalau dilihat dari strategy (deep) value investing? Tujuan diversifikasi utamanya memang bukan untuk maksimisasi return, tapi lebih untuk minimalisasi loss, in case sesuatu yang tidak kita inginkan terjadi di masa depan.
Walaupun kita mungkin telah melakukan penelitian dan due diligence yang baik dan sungguh-sungguh sekali pun, terkadang selalu saja ada hal diluar perkiraan yang dapat terjadi. Ingat. problem imperfect information atau asymmetric information dalam investasi saham di pasar modal itu sangat besar.
Selain itu, pada hakekatnya investasi di saham juga dipengaruhi oleh probabilitas. Kita gak pernah tahu saham apa yg akan naik berikutnya atau kita gak pernah tahu pasti bahwa saham yg telah kita beli dengan valuasi kita akan ter’unlock” value nya.
Dan kita juga tidak pernah tahu akan apa yg akan terjadi dengan perusahaan di masa depan, walaupun sebelum membeli kita sudah menetapkan mos yg tinggi sebenarnya. Masa depan adalah sebuah mistery, begitu si encek seringkali ngomong.
Khusus strategy deep value investing (e.g. net-nets), misalnya, setidaknya 70% dari saham-saham tersebut akan berhasil ter”unlock” valuenya dengan berbagai sebab. Karena itu sebagaimana gue utarakan di atas, investor yg melakukan strategy ini biasanya memilih diversifikasi yg luas/tidak terkonsentrasi.
Berdasarkan hal itu, menjadi hal yang wajar kalau strategy ini butuh jumlah saham yang banyak dalam portfolionya. Banyaknya jumlah saham ini penting bukan hanya untuk meminimalisasi resikonya, tapi juga meningkatkan probabilitas/peluang saham-saham yang dapat “ter-unlock” valuenya.
Peran faktor probabilitas ini pula yang membedakannya dengan concentrated portfolio. Kinerja yang mungkin baik dari concentrated portfolio didapat bukanlah berasal dari “by chance” tapi lebih diakibatkan oleh keahlian si investor dalam memilih saham yang baik (stockpicking), racikan portfolio, dan position size tiap sahamnya. Dan hal ini sejalan dengan “if you know what you are doing” yang dinyakatan oleh buffet diawal tulisan ini.
Untuk mendapatkan return yg lebih tinggi dibanding pasar dalam jangka panjang, diversifikasi yang terkonsentrasi biasanya harus mengalami tahun dimana returnnya jauh di bawah pasar (karena hampir semua saham, terutama di BEI, adalah cyclical). Dan bagi investor yg emosinya belum kuat atau suka iri dengan saham-saham orang lain yg naik tinggi, hal ini bisa membuat mereka galau/tidak tenang, dan melakukan langkah yg salah (menjual sahamnya yg tidak naik/stagnan).
Diversifikasi yang sangat terkonsentrasi bisa saja memang terus secara konsisten tiap tahun menghasilkan return yg terus lebih tinggi dibanding pasar/index. Namun, itu harus dengan kemampuan dapat “menebak” arah pasar saham atau sektor apa yg akan “manggung”. Seperti orang yg bermain pocker, dia bisa mampu “menebak” kartu apa yg selanjutnya akan keluar dan menaruh besaran taruhan berdasarkan tebakan akan kartu yang akan keluar tersebut.
Tanpa harus sok tahu untuk menebak barang mana yang akan laku/trend, toko kelontong encek glodok lebih memilih untuk menyediakan semua barang tersebut, dan telah siap untuk menjualnya ketika barang itu lagi diminati dan dicari-cari oleh pasar. Akibatnya, mejadi tak mengherankan jika setiap musim, si encek akan selalu bisa profit.
Kalau begitu, apakah berarti sebaiknya kita beli saja saham sebanyak-banyaknya, kan wide-diversification macam toko kelontong ini bagus?
Eit, ntar dulu !!!
Basic strategies dari serial “the beauty of encek glodok: the series” ini kan bukan hanya tentang portfolio toko kelontong, tapi ada banyak lagi yang lainnya dan itu semua merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.
So, jika masih mau tahu lebih jauh tentang keindahan strategy encek glodok ini, please stay tune di sini.
Tabik
Baca lanjutannya di THE BEAUTY OF ENCEK GLODOK: THE SERIES (Part 3) – by Bluerider2000
Be the first to comment